Breaking News
Loading...
Senin, 27 April 2015

Upacara adat Toraja Rambu Solo

23.59
Upacara adat Toraja Rambu Solo
Upacara Rambu solo
 Rambu Solo ini merupakan salah satu ritual budaya yang berasl dari Toraja, Rambu solo adalah upacara yang berhubungan dengan rasa duka, Rambu Solo ini adalah upacara adat kematian para masyarakat Toraja yang bermaksud untuk menghormati serta mengantarkan arwah seseorang yang telah meninggal dunia menuju ke alam roh, yakni kembali kepada keabadian bersama dengan para leluhur mereka yang terlebih dahulu berpulang di sebuah tempat peristirahatanya yang di sebut dengan "Puya" yang menurut kepercayaan masyarakat Toraja berada di selatan serta di jaga oleh Puang Lalondong, upacara ini lah yang menentukan apakah orang yang telah meninggal tersebut akan menjadi arwah gentayangan (Bambo), arwah yang mencapai tingkay dewa (To kembali pulang), ataupun menjadi dewa pelindung (Deata), seseorang akan dikatakan sudah benar-benar meninggal jika sudah melangsungkan upacara ini, oleh sebab itu upacara ini sering di sebut juga sebagai penyempurna kematian, untuk itulah para masyarakat Toraja mewajibkan untuk melaksanakan upacara ini dengan cara apapun sebagai bentuk rasa pengabdian kepada orang tua yang telah meninggal, upacara ini di langsungkan pada siang hari, pada saat matahari mulai condong ke barat, dan biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari, bahkan juga bisa mencapai dua minggu untuk kalangan bangsawan.

Kemeriahan upacara Rambu Solo’ ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal dunia, hal ini di tentukan dengan jumlah hewan yang di korbankanya, senakin banyak hewan yang di korbankan maka semakin tinggi juga status sosialnya, Keluarga para bangsawan biasanya mengorbankan kerbau yang berjumlah 24 hingga 100 ekor, sedangkan bagi masyarakat golongan menengah menyembelih 8 ekor kerbau di tambah dengan 50 ekor babi. suku Toraja
Upacara adat Toraja Rambu Solo
Proses pemotongan kerbau
mempercayai jika arwah membutuhkan kerbau untu melakukan perjalananya dan menjadi lebih cepat mencapai Puya jika ada banyak kerbau, Nilai suatu kerbau dalam masyarakat Toraja tidak hanya dilihat dari umur dan besarnya saja, namun juga di pandang dari warna kulitnya, letak pusaran bulunya, dan reputasinya saat adu kerbau, kerbau yang paling mahal di Tana Toraja adalah kerbau belang, harga dari kerbau belang ini bisa mencapai ratusan juta rupiah, pada awalnya upacara ini hanya mampu digelar oleh seorang bangsawan atau yang memiliki strata sosial yang tinggi, namun kini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi dikarenakan sudah banyak masyarakat Toraja yang berasal dari strata sosial yang rendah namun karena memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, sehingga mampu menggelar upacara ini.

Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:


-  Dipasangbongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.

-  Dipatallung bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.

-  Dipalimang bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.

-  Dipapitung bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara Rambu Solo ini merupakan salah satu budaya di Indonesia yang mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan masyarakat Toraja, Rakyat Toraja dikenal dengan semboyanya yaitu " Misa kada dipotuo pantan kada
Upacara adat Toraja Rambu Solo
Proses pengantaran zanajah
dipomate" yang memiliki arti kurang lebih hampir sama dengan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. serta nilai sosial yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja ini, hal ini bisa dilihat dari persiapan upacara adat yaitu proses pembuatan tenda atau pondok, puluhan sampai ratusan pondokan dapat selesai dalam waktu beberapa hari saja berkat kerja sama masyarakat setempat di tempat upacara tersebut dilaksanakan, Suatu masyarakat dalam suatu wilayah tertentu tempat dilaksanakannya upacara ini disebut dengan Pa’tondokan. Pa’tondokan ini juga lah yang menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksananakan upacara rambu solo.

Tahap pertama dalam upacara Rambu Solo ini dimulai denggan pembungkusan mayat atau Ma'tudan mebalun. lalu dilanjutkan dengan Ma,roto adalaah proses penghiasan peti zenajah yang menggunakan emas dan perak, kemudian disusul dengan proses Ma; popengkalao alang yakni proses perarakan jasad dari mulai dari Tongkonan ke sebuah pondokan yang bentuknya seperti menara yang disebut Lakkian, Lakkian ini adalah bangunan yang paling tinggi diantara lantang-lantang yang berada di rante, Lakkien ini terbuat dari pohon bambu dengan membentuk rumah adat Tana Toraja, kemudian zenajah di baringkan diatas Lakkien sebelum di kubur, setelah zanajah sampai di Lakkien, acara berikutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara dari zanajah.

Sebelum kerbau-kerbau disembelih, juga terdapat atraksi budaya berupa adu kerbau (ma’pasilaga tedong). Biasanya kerbau-kerbau menang dalam adu kerbau ini tidak disembelih melainkan dilelang dan uangnya disumbangkan ke tempat ibadah seperti Gereja. Penyembelihan kerbau pun dilakukan dengan cara yang sangat unik, dan merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan.

Selain acara adu kerbau, di upacara rambu solo juga dipentaskan beberapa kesenian daerah. Salah satunya adalah ma’badong. Ma’badong merupakan tarian kedukaan yang diadakan dalam upacara ritual kematian masyarakat Tanah Toraja. Tarian ini dilakukan secara berkelompok pada umumnya oleh kaum pria, baik muda atau pun tua, namun wanita juga tidak dilarang. ara penari (pa’badong) membentuk sebuah lingkaran dan saling mengaitkan jari kelingking sambil melantunkan syair dan nyanyian ratapan disertai gerakan tangan dan langkah kaki yang disesuaikan dengan irama lagu. Dulu para ma’badong mengenakan kostum serba hitam namun seiring dengan perkembangan zaman, kostum yang dipakai tidak lagi berwarna hitam. Penari ma’badong bergerak dengan gerakan langkah yang silih berganti. Suasana malam itu menjadi tambah sakral ketika para penari melantunkan syair atau lagu kesedihan (Kadong Badong). Lantunan syair ma’badong ini berisikan riwayat manusia mulai dari lahir hingga mati dan do’a, agar arwah si mati diterima di negeri arwah (Puya) atau alam di alam baka. Lagu dilantunkan oleh si penari ini tidak menggunakan not. Syair dan lagu berisikan semacam catatan sejarah tentang keluhuran budi dan kebesaran jasa tokoh yang telah meninggal dunia tersebut. Lagu atau syair tersebut disebut “Bating” . Bating ini di suarakan oleh Indo’ badong yang mana Indo’ badong tersebut bertugas untuk mengatur setiap syair yang dilantunkan dan bentuk iramanya.


Prosesi terakhir upacara Rambu Solo adalah penguburan. Kuburan orang Toraja sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (Agama asli Tana Toraja), semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana. Namun kini, setelah masuknya agama Nasrani dan Islam, jenasah mulai dikuburkan di dalam suatu makam berbentuk rumah atau biasa disebut Patane ataupun dikuburkan di dalam tanah. Hanya orang tertentu saja yang ditaruh di atas tebing atau bukit batu.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer