Breaking News
Loading...
Senin, 06 April 2015

Kebo Keboan Ritual Rasa sukur Masyarakat Banyuwangi

23.38
Kebo Keboan Ritual Rasa sukur Masnyarakat Banyuwangi
Kebokeboan

Banyuwangi adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki banyak sekali budaya yang tetap lestari sampai saat ini dan menampilkan kejutan alam yang sangat mempesona, hal tersebut yang menjadikan daya tarik kota Banyuwangi ini, dan pada kesempatan kali ini saya akan membahas salah satu kebudayaan dai Banyiwangi ini yaitu Kebo-Keboan atau di sebut juga kerbau jadi-jadian.

Selain Tari Gandrung yang terkenal di daerah Banyuwangi ini, Kebo-Koeboan adalah salah satu budaya yang berasal dari banyuwangi yang harus anda saksikan serta anda pelajari, jika kalian ingin menyaksikan ritual kebo-keboan kalian bisa datang ke desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi serta Dsusun Krajan, Desa Alas malang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, disanalah biasa ritual dilaksanakan dalam susana yang penuh seka cita sekaligus pengharapan yang meruah, Kebo-keboan berlangsung rutin setiap tanggal 1 sampai 10 bulan Muharam atau Suro dalam penanggalan Jawa.
tentu saja ritual ini ramai dilihat para masyarakat karena biasanaya ritual ini diadakan pada hari minggu.

Kebo-keboan adalah Tardisi yang sudah dilakukan secara turun menurun, Kebo-keboan ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur dari para petani dekaligus pengharapan agar hujan tetap turun dan menyuburkan ladang mereka, selepas dari ritual ini para petani dan para warga berharap tanah akan subur, panen yang melimpah, serta terhindar dari malapetaka, malapetaka baik yang akan menimpah tanaman maupun warga yang mengerjakanya. 

Ritual Kebo keboan ini pada umunya adalah dilakukan oleh puluhan lelaki yang berdandan layaknya kerbau dan bertingkah seperti kerbau, mereka yang menjadi kebo-keboan adalah lelaki yang mempunyai tuboh yang besar dan kekar, menggunakan celana pendek, kulita yang dilumuri arang hitam dan rambut palsu dengan tanduk kerbau, serta lonceng kayu yang tergantung dileher seperti kerbau, terkadang mereka tak terkendali dan kesurupan seperti Kerbau, bersikap melengguh, memakan rumput, serta sering juga mengejar para penonton.  kebo-keboan ini juga berkubang di sawah, berrkasi membajak sawah dan diarak mengelilingi desa dengan diiringi pawai warga

Keseruan pada ritual ini terjadi saat benih biji padi disebar dan warga memperebutkanya hal ini diyakini warga sebagai penolak bala, mendatangkan keberuntungan serta membawa keberkahan, demi untuk mendapatkan benih tersebut para warga akan saling bergumul bersama kebo-keboan didalam lumpur, mereka menikmati susana sawah yang siap ditanami dan akan puas setelah mendaapatkan benih tersebut, ikut berkubang didalam lumpur dalam suasana suka cita. 

Biasanya sebelum dimulainya kebo-keboan, para warga desa akan memepersiapkan semua keperluan acara tersebut secara bergotong royong, para warga akan membuat beberapa sesajen berupa tumpeng ayam, dan sajian masakan tradisional khas dari susku Using, yaitu pecel ayam, daging ayam yang dibakar, dan dicampur dengan urap kelapa muda. serta disiapkan juga hasil dari tanaman palawija seperti pisang, tebu, ketela pohon, jagung, pala gamuntung, pala kependhem, dan dusun krajan, para warga juga akan mempersiapkan bendungan yang nantinya akan digunakan untuk mengairi tanaman palawija yang ditanam.

Rituaal Kebo-keboan juga akan melibatkan para sesepuh dusun, perangkat dusun, seorang pawang, pembawa sesajen, pemain alat musik hadroh, pemain barongan dan warga untuk bersama sama melakukan pawai mengelilingi dusun krajan, pawai ini dimulai dari petaunan yang menuju ke bendungan air yang berada di ujung jalan krajan, sesampainya dibendungan para petugas pengatur air akan membuka bendungan air agar air engalir ke sepanjang jalan dusun yang sebelumnya telah ditanami palawija. 

Pada walanya ritual kebo-keboan ini berlangsung di dua tempat yang mayoritas di huni manyarakat Asing, yaitu Desa Alasmalang, kecamatan Singojuruh, dan desa Aliyan di Kecamatan Rogojampi, Diperkirakan ritual ini sudah berjalan hampir 300 tahun yang lalu ketika kedua desa tersebut terjadi musibah brindeng (Wabah penyakit) dan berkepanjangan bagi warga dan tanaman mereka, seorang tetua dari warga, yaitu mbah karti mendapat wangsit untuk melaksanakan ritual selamatan desa dengan cara mendandani warga seperti kerbau sebagai bentuk penghormatan kebada Dewi Sri (Simbol kemakmura dan sesuburan) kerbau ini dinilai sebaai simbol tumpuan mata pencarian dan rekan setia petani dan kerbau ini juga menjadi elemen utama  dalam tradisi ini.

Demikian informasi yang bisa saya sampaikan smeoga bermanfaat :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer