Dangdut dan sejarahnya
berbagai macam budaya yang terdapat di Indonesia, salah satunya budaya yang termasuk di dalam musik yaitu Dangdut, Dangdut adalah jenis musik yang berkembang di Indonesia walaupun jenis musik ini hampir sama seperti seperti melayu, karena memang terbentuk dari akar akar melayu pada tahun 1940-an. semakin lama musik dangdut berubah dan sekarang masuklah pengaruh unsur unsur musik India dan Arab. India karena menggunakan tabla, dan Arab karena cengkok dan harmonisasi suaranya.
perkembangan dunia politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an mempengaruhi musik dari barat yang kental dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sampai tahun 1970-an dangdut bisa dikatakan telah cukup sempurna dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik yang populer di masanya, dangdut juga dapat berkolaborasi terhadap genre musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, dan sebagainya.
Dangdut dalam budaya kontemporer Indonesia
Dibawa Oleh Rhoma Irama, dangdut dijadikan sebagai media berdakwah, yang sangat jelas terlihat dari lirik-lirik lagu ciptaannya dan dinyanyikan sendiri olehnya. ini adalah salah satu hal yang menjadi pemicu polemik besar kebudayaan di Indonesia pada tahun 2003 akibat pencekalan terhadap gaya panggung penyanyi dangdut dari Jawa Timur, Inul Daratista, dengan goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta "merusak moral".
Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang berbagai perdebatan dan diahiri dengan pelarangan panggung dangdut dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan ini muncul lagi-lagi karena gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai terlalu "terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan.
Dangdut memang telah disetujui banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya yang dimilikinya. Ciri khas ini terlihat dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari nafas ini.
Dunia politik juga tidak ketinggalan menggunakan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar, menyanyi lagu dangdut.
Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, itu bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.
Interaksi dengan musik lain
Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan mempengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi pada musik tarling dari Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini adalah bentuk campurannya: tarlingdut.
Musik rock, pop, disko, house bersenyawa dengan baik dalam musik dangdut. Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong, langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik campur sari yang dinamakan congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin.
Mudahnya dangdut menerima unsur 'asing' menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan, seperti yang banyak terjadi terhadap lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin. Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang populer dari Venezuela.
0 komentar:
Posting Komentar