Breaking News
Loading...
Kamis, 26 Juni 2014

Musik Jazz Dari Betawi (Tanjidor)

03.51

Satu lagi kesenia music asal Betawi yang dipengaruhi oleh budaya asing yaitu tanjidor
tanjidor  adalah kesenian musik betawi yang dipakai dalam musik jalanan tradisional . perkiraan asal muasalnya Kata tanjidor berasal dari bahasa Portugis, yaitu tanger, yang memiliki arti alat-alat musik berdawai.
Tanjidor ini pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Portugis pada abad ke-19. , tanjidor juga banyak berkembang di daerah pinggiran Jakarta, seperti di Citeureup, Cibinong, Cileungsi, Jonggol, Depok, dan Parung.
Tanjidor dimainkan dengan beberapa alat musik, yaitu, alat musik yang tiup, seperti klarinet, piston, trombon, saksofon tenor dan bass. Selain itu, ada juga alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul, seperti senar drum, tenor drum, bass drum, dan genderang atau tambur. Alat musik pelengkap yang digunakan pada kesenian tanjidor adalah ring bell dan biola.
Pemain tanjidor terdiri dari 7 atau lebih. Kesenian musik Betawi ini biasanya digunakan untuk mengantar pengantin, mengiringi pawai, malam tahun baru, perayaan Cap Go Meh, arak arakan dan sebagainya. sejak berabad-abad negara ini sudah didatangi beragam bangsa. Termasuk bangsa Portugis yang datang sebelum Belanda. Konon cerita Tanjidor ini dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa Eropa.
Bangsa di Eropa Selatan itu ikut memasukkan unsur keseniannya dalam bentuk musik tanjidor. , sehingga ada yang mengkategorikannya sebagai ”musik jazz Betawi”.

Mungkin generasi sekarang tidak banyak lagi mengenal musik tradisional yang satu ini. Padahal, sampai pertengahan 1950-an, tanjidor ‘mengamen’ dari kampung ke kampung, terutama untuk memeriahkan perayaan Lebaran, pergantian tahun, dan Imlek (tahun baru Cina).

Pada saat perayaan Imlek, hari-hari ngamen tanjidor jauh lebih lama. Pasalnya, Imlek dirayakan sampai Capgomeh atau hari ke-15 Imlek. Pengamen tanjidor berasal dari daerah pinggiran kota , yaitu Karawang, Bekasi, Cibinong, dan Tangerang. Saat ngamen mereka terpaksa menginap di Jakarta, meninggalkan keluarganya di kampung.

alat alat yang mereka bawa pun cukup berat, seperti terompet , klarinet dan tambur Turki, serta terompet besar. Yang menyedihkan, mereka ngamen dengan berjalan kaki tanpa memakai alas sepatu atau sandal.
.

Tanjidor Kini

Seiring dengan pergeseran zaman, sebagian besar alat musik yang masih digunakan hingga kini termasuk kategori instrumen yang sudah lama dan rusak. Barang bekas yang sudah pada  penyok-penyok ini pun masih bisa berbunyi. meskipun suaranya kadang-kadang fales.

karena terlalu tua, alat musik tersebut sudah ada yang tambal, dan ada pula yang diikat agar tidak berantakan. Tetapi semua itu tidak mengurangi semangat penabuhnya yang umumnya juga sudah pada lanjut usia.

pernah sekali, kantor Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, menyelenggarakan Festival Tanjidor beberapa waktu lalu di Anjungan DKI, Taman Mini Indonesia Indah. Namun pesertanya tidak sampai belasan, menandakan jenis musik ini mulai berkurang peminatnya. Menilik sosok perkumpulan musik tersebut hampir sebagian besar pemusiknya sudah  mulai tua dan renta. Kemungkinan penyelenggara ingin tahu sejauh manakah perkembangan musik ini dan siapa pendukungnya ? Tanjidor, masihkah berbunyi ?

Memang kalau dibandingkan dengan jenis kesenian Betawi lainnya seperti Musik Rebana, Kasidahan, hadroh ,Lenong, Tari Topeng Betawi dan sejenisnya, boleh dikatakan Tanjidor sudah ketingalan. Mat Sani, putra Betawi kelahiran Kramat Pulogundul, dibelakang bioskop Rivoli, Jakarta Pusat, mengatakan, “Anak cucu keturunan Betawi kagak pada mau ngopenin Tanjidor. Maunya pada ngedangdut melulu. Barangkali itu salah satunye yang bikin Tanjidor kagak mau cepat berkembang”, Tapi barangkali juga karena jaman udah banyak berubah, beginilah jadinya.

“Di kampung saya dulu, ada perkumpulan orkes Tanjidor, Lenong dan Ondel-Ondel Bang Rebo, di Gang Piin Kramat Pulo. Tapi sekarang mah dangdut aje yang digede-gedein”, tambahnya. “Tapi nggak tahulah, kemungkinan di wilayah lain masih banyak perkumpulan Tanjidor. Denger-denger sih Tanjidor masih berbunyi. Kebanyakan di pinggiran Jakarta, misalnya di Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, di wilayah Bogor. Lainnya di Tanggerang, dan Bekasi”. Katanya.

Sejak dulu memang, Tanjidor tidak banyak memberi janji sehingga pendukungnya dari tahun ke tahun kian menurun. Selain banyak yang sudah meninggal, pendukungnya sekarang sudah pada uzur. Untuk singgah menjadi seniman orkes Tanjidor memang harus punya bakat di bidang musik modern atau ketrampilan itulah yang membuat orang senang menekuni hobinya.

Dari dulu seniman Tanjidor tidak melulu mengandalkan hidup dari musik yang digeluti. Melainkan dari hasil bertani, buruh atau pedagang kecil-kecilan. Bermain musik hanya sebagai sambilan Selain menghibur diri untuk mencari kepuasan batin. Sebab lain kenapa Tanjidor tidak bisa melesat seperti jenis kesenian Betawi lainnya kemungkinan karena fungsi ekonmi Tanjidor lemah. Hidup orkes ini tergantung dari saweran dari penonton. Atau karena ditanggap untuk meramaikan hajatan, sunatan, kawinan dan sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer