Kamis, 30 April 2015

Upacara Pasola dari Pulau Sumba


Upacara Palsola dari Pulau Sumba
Pasola Sumba

 Jika kita berbicara tentang pulau Sumba yang terbesit didalamnya adalah pulaunya para arwah, di setiap sudut kota sampai ke sudut kampung di pulau Sumba tersimpan persembahan dan pujian para abdi, Nama sumba ini berasal dari nama nama ibu seorang model Rambu Humba, istri dari Umbu Mandoku, Umbu  Mandoku ini adalah salah satu peletak landasan suku atas kabisu Sumba, sebagian besar dari penduduk di pulau Sumba ini aadalah pemeluk yang kusyu sangat berbakti kepada arwah serta pada para leluhurnya, Khususnya kepada bapak besar bersama, leluhur sang pengasal semua suku, menurut sebuah petunjuk dan perhitungan para Rato, Pemimpin suku serta Imam agung para Merapu, Altar megalik dan batu kuburan keramat yang menghias setiap jantung kampung dan dusun (paraingu) adalah bukti pasti akan kepercayaan animisme itu.


Sumba adalah sebuah pulau yang memiliki padang savana para kuda liar yang sangat kuat dan dikenal dengan penjelajah lorong, lembah serta pulau berbatu warisan leluhur. Binatang yang sangat kuat di pulau Sumba ini semakin marak perang akbar pasaloanya, perang dengan cara melemparkan lembing kayu sambil memcu kuda, ini bertujuan untuk menyambut putri nyele, putri nyele ini adalah seorang putri catik yang berubah wujud menjelma menjadi wujud cacing laut, Nama Pasola ini  berasal dari kata "Sola" atau "Hola" yang memiliki arti sejenis kayu yang di pakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang kencang di pacu oleh dua kelompok yang bertanding, setelah mendapat himbuan permainan. jadi Pasola ini adalah permainan ketangkasan beberapa orang yang saling melemparkan kayu dari kuda yang di pacunya. 
Upacara Palsola dari Pulau Sumba

Biasanya upacara Pasola ini di tampilkan di pulau Sumba barat setahun sekali pada bulan Februari bertempat di kodi dan Lamboya, sedangkan pada bulan maret di  Wanokaka. pelaksanaan Psola ini dilakukan di sebuah ladang luas, dan disaksikan oleh para masyarakat Kabisu dan Paraingu dari dua kelompok yang akan bertanding  dan juga disaksikan oleh masyarakat umum. sedangkan para peserta yang memainkanya adalah para laki-laki pilih tanding dari kedua Kabisu yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus yakni memacu kuda secepat mungkin dan melempar lembing (hola). Pasola biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta nyale.

Asal usul Pasola

Pasola ini berasal dari sebuah permasalahan yang melibatkan perempuan janda yang cantik jelita, sebagaimana yang telah di ceritaakan dalam hikayat orang Waiwuang, alkisah ada tiga bersaudara yaitu Yagi Waikareri, Ngongo tau masusu, dan Umbu dula yang memberi tahu warga Waiwuang jika mereka akan melaut, tetapi nyataanya mereka malah pergi ke daerah selatan pantai Sumba Timur untuk menganbil padi, Setelah di tunggu sekian lama dan dicari kesana kemari ternyata tidak membuahkan hasil, Warga Waiwuang merasa yakin jika ke tuga bersaudara pemimpin mereka itu telah meninggal dunia, lalu mereka pun mengadakan perkabungan dengan berbela sungkawa atas kepergian para pemimpin ke tiga bersaudara tersebut.

Upacara Palsola dari Pulau Sumba
 Dalam kedukaan mahadahsyat itu, janda cantik jelita `almarhum’ Umbu Dulla, Rabu Kaba mendapat pelabuhan hati Rda Gaiparona, si gatotkaca asal Kampung Kodi. Mereka terjerat dalam asmara dan saling berjanji menjadi kekasih, Akan tetapi adat tidak menghendaki pernikahan mereka, oleh karena itulah mereka memutuskan untuk nekat kawin lari, janda cantik jelita tersebut di bawa oleh kekasihnya Teda Gaiporana ke kampung halamanya. seiring berjalanya waktu, ke tiga pemimpin warga Waiwuang (Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu Dula) yang pada sebelumnya sudah di nyatakan meninggal dunia oleh para pengikutnya tiba tiba saja muncul kembali ke kampung halamanya, warga Waiwuang pun menyambut mereka dengan penuh suka cita.

Akan tetapi mendung duka tak dapat dibendung saat Umbu Dulla menanyakan tentang istrinya. “Yang mulia Sri Ratu telah dilarikan Teda Gaiparona ke Kampung Kodi,” jawab warga Waiwulang pilu. kkemudian seluruh warga Waiwunang di perintahkan untuk mencari pasangan tersebut, pada ahinya kedua pasanga tersebut di temukan di kaki gunung Bodu Hula. Meskipun telah di temukan warga Waiwuang, meskipun berhasil di temukan warga Waiwuang  di kaki gunung Bodu Hula, Rabu kaba tidak ingin kembali ia tidak ingin dipisahkan lagi oleh sang kekasihnya yang telah meluluhkan segala rasa cinta dan kasih sayang yang pernah diberikannya kepada sang mantan suami, Umbu Dula.

Lalu Rabu Kaba meminta Teda Gaiporana untuk bertanggung jawab dengan cara mengganti belis yang di terima dari keluarga Umbu Dulla, kemudian Teda Gaiporana pun menyanggupimy dan membayar belis pengganti. setelah seluruh belis di lunasi di adakanlah upacara pernikahan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona. Pada akhir pesta pernikahan keluarga, Teda Gaiparona berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik, Rabu Kaba. Atas dasar hikayat ini, setiap tahun warga kampung Waiwuang, Kodi dan Wanokaka, di Sumba Barat mengadakan bulan (wula) nyale dan pesta pasola. 

Akar pasola yang tertanam jauh dalam budaya masyarakat Sumba Barat menjadikan pasola tidak sekadar keramaian insani dan menjadi terminal pengasong keseharian penduduk. Tetapi menjadi satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur. Pasola adalah perintah para leluhur untuk dijadikan penduduk pemeluk Marapu. Karena itu pasola pada tempat yang pertama adalah kultus religius yang mengungkapkan inti religiositas agama Marapu. Hal ini sangat jelas pada pelaksanaan pasola, pasola diawali dengan doa semadhi dan Lakutapa (puasa) para Rato, foturolog dan pemimpin religius dari setiap kabisu terutama yang terlibat dalam pasola. Sedangkan sebulan sebelum hari H pelaksanaan pasola sudah dimaklumkan bulan pentahiran bagi setiap warga Paraingu dan pada saat pelaksanaan pasola, darah yang tercucur sangat berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panenan. Bila terjadi kematian yang disebabkan oleh permainan pasola, dipandang sebagai bukti pelanggaran atas norma adat yang berlaku, termasuk bulan pentahiran menjelang pasola.

Pada tempat kedua, pasola merupakan satu bentuk penyelesaian krisis suku melalui `bellum pacificum’ perang damai dalam permainan pasola. Peristiwa minggatnya janda Rabu Kaba dari Keluarga Waiwuang ke keluarga Kodi dan beralih status dari istri Umbu Dulla menjadi istri Teda Gaiparona bukanlah peristiwa nikmat. Tetapi peristiwa yang sangat menyakitkan dan tamparan telak di muka keluarga Waiwuang dan terutama Umbu Dulla yang punya istri. Keluarga Waiwuang sudah pasti berang besar dan siap melumat habis keluarga Kodi terutama Teda Gaiparona. Keluarga Kodi sudah menyadari bencana itu. Lalu mencari jalan penyelesaian dengan menjadikan seremoni nyale yang langsung berpautan dengan inti penyembahan kepada arwah leluhur untuk memohon doa restu bagi kesuburan dan sukses panen, sebagai keramaian bersama untuk melupakan kesedihan karena ditinggalkan Rabu Kaba. 

Pada tempat ketiga, pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam pasola dan bagi masyarakat umum. Permainan jenis apa pun termasuk pasola selalu menjadi sarana sosial ampuh. Apalagi bagi kedua kabisu yang terlibat secara langsung dalam pasola.
Selama pasola berlangsung semua peserta, kelompok pendukung dan penonton diajak untuk tertawa bersama, bergembira bersama dan bersorak-sorai bersama sambil menyaksikan ketangkasan para pemain dan ringkik pekikan gadis-gadis pendukung kubu masing-masing. Karena itu pasola menjadi terminal pengasong keseharian penduduk dan tempat menjalin persahabatan dan persaudaraan.
Sebagai sebuah pentas budaya sudah pasti pasola mempunyai pesona daya tarik yang sangat memukau. Oleh karenanya pemerintah dan seluruh warga masyarakat setempat sangat mendukung untuk menjadikan kegiatan PASOLA sebagai salah satu `mayor event’ yang pantas menjadi kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai harganya.


Senin, 27 April 2015

Upacara adat Toraja Rambu Solo

Upacara adat Toraja Rambu Solo
Upacara Rambu solo
 Rambu Solo ini merupakan salah satu ritual budaya yang berasl dari Toraja, Rambu solo adalah upacara yang berhubungan dengan rasa duka, Rambu Solo ini adalah upacara adat kematian para masyarakat Toraja yang bermaksud untuk menghormati serta mengantarkan arwah seseorang yang telah meninggal dunia menuju ke alam roh, yakni kembali kepada keabadian bersama dengan para leluhur mereka yang terlebih dahulu berpulang di sebuah tempat peristirahatanya yang di sebut dengan "Puya" yang menurut kepercayaan masyarakat Toraja berada di selatan serta di jaga oleh Puang Lalondong, upacara ini lah yang menentukan apakah orang yang telah meninggal tersebut akan menjadi arwah gentayangan (Bambo), arwah yang mencapai tingkay dewa (To kembali pulang), ataupun menjadi dewa pelindung (Deata), seseorang akan dikatakan sudah benar-benar meninggal jika sudah melangsungkan upacara ini, oleh sebab itu upacara ini sering di sebut juga sebagai penyempurna kematian, untuk itulah para masyarakat Toraja mewajibkan untuk melaksanakan upacara ini dengan cara apapun sebagai bentuk rasa pengabdian kepada orang tua yang telah meninggal, upacara ini di langsungkan pada siang hari, pada saat matahari mulai condong ke barat, dan biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari, bahkan juga bisa mencapai dua minggu untuk kalangan bangsawan.

Kemeriahan upacara Rambu Solo’ ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal dunia, hal ini di tentukan dengan jumlah hewan yang di korbankanya, senakin banyak hewan yang di korbankan maka semakin tinggi juga status sosialnya, Keluarga para bangsawan biasanya mengorbankan kerbau yang berjumlah 24 hingga 100 ekor, sedangkan bagi masyarakat golongan menengah menyembelih 8 ekor kerbau di tambah dengan 50 ekor babi. suku Toraja
Upacara adat Toraja Rambu Solo
Proses pemotongan kerbau
mempercayai jika arwah membutuhkan kerbau untu melakukan perjalananya dan menjadi lebih cepat mencapai Puya jika ada banyak kerbau, Nilai suatu kerbau dalam masyarakat Toraja tidak hanya dilihat dari umur dan besarnya saja, namun juga di pandang dari warna kulitnya, letak pusaran bulunya, dan reputasinya saat adu kerbau, kerbau yang paling mahal di Tana Toraja adalah kerbau belang, harga dari kerbau belang ini bisa mencapai ratusan juta rupiah, pada awalnya upacara ini hanya mampu digelar oleh seorang bangsawan atau yang memiliki strata sosial yang tinggi, namun kini hal tersebut sudah tidak berlaku lagi dikarenakan sudah banyak masyarakat Toraja yang berasal dari strata sosial yang rendah namun karena memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, sehingga mampu menggelar upacara ini.

Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:


-  Dipasangbongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.

-  Dipatallung bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.

-  Dipalimang bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.

-  Dipapitung bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara Rambu Solo ini merupakan salah satu budaya di Indonesia yang mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan masyarakat Toraja, Rakyat Toraja dikenal dengan semboyanya yaitu " Misa kada dipotuo pantan kada
Upacara adat Toraja Rambu Solo
Proses pengantaran zanajah
dipomate" yang memiliki arti kurang lebih hampir sama dengan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. serta nilai sosial yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja ini, hal ini bisa dilihat dari persiapan upacara adat yaitu proses pembuatan tenda atau pondok, puluhan sampai ratusan pondokan dapat selesai dalam waktu beberapa hari saja berkat kerja sama masyarakat setempat di tempat upacara tersebut dilaksanakan, Suatu masyarakat dalam suatu wilayah tertentu tempat dilaksanakannya upacara ini disebut dengan Pa’tondokan. Pa’tondokan ini juga lah yang menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksananakan upacara rambu solo.

Tahap pertama dalam upacara Rambu Solo ini dimulai denggan pembungkusan mayat atau Ma'tudan mebalun. lalu dilanjutkan dengan Ma,roto adalaah proses penghiasan peti zenajah yang menggunakan emas dan perak, kemudian disusul dengan proses Ma; popengkalao alang yakni proses perarakan jasad dari mulai dari Tongkonan ke sebuah pondokan yang bentuknya seperti menara yang disebut Lakkian, Lakkian ini adalah bangunan yang paling tinggi diantara lantang-lantang yang berada di rante, Lakkien ini terbuat dari pohon bambu dengan membentuk rumah adat Tana Toraja, kemudian zenajah di baringkan diatas Lakkien sebelum di kubur, setelah zanajah sampai di Lakkien, acara berikutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara dari zanajah.

Sebelum kerbau-kerbau disembelih, juga terdapat atraksi budaya berupa adu kerbau (ma’pasilaga tedong). Biasanya kerbau-kerbau menang dalam adu kerbau ini tidak disembelih melainkan dilelang dan uangnya disumbangkan ke tempat ibadah seperti Gereja. Penyembelihan kerbau pun dilakukan dengan cara yang sangat unik, dan merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan.

Selain acara adu kerbau, di upacara rambu solo juga dipentaskan beberapa kesenian daerah. Salah satunya adalah ma’badong. Ma’badong merupakan tarian kedukaan yang diadakan dalam upacara ritual kematian masyarakat Tanah Toraja. Tarian ini dilakukan secara berkelompok pada umumnya oleh kaum pria, baik muda atau pun tua, namun wanita juga tidak dilarang. ara penari (pa’badong) membentuk sebuah lingkaran dan saling mengaitkan jari kelingking sambil melantunkan syair dan nyanyian ratapan disertai gerakan tangan dan langkah kaki yang disesuaikan dengan irama lagu. Dulu para ma’badong mengenakan kostum serba hitam namun seiring dengan perkembangan zaman, kostum yang dipakai tidak lagi berwarna hitam. Penari ma’badong bergerak dengan gerakan langkah yang silih berganti. Suasana malam itu menjadi tambah sakral ketika para penari melantunkan syair atau lagu kesedihan (Kadong Badong). Lantunan syair ma’badong ini berisikan riwayat manusia mulai dari lahir hingga mati dan do’a, agar arwah si mati diterima di negeri arwah (Puya) atau alam di alam baka. Lagu dilantunkan oleh si penari ini tidak menggunakan not. Syair dan lagu berisikan semacam catatan sejarah tentang keluhuran budi dan kebesaran jasa tokoh yang telah meninggal dunia tersebut. Lagu atau syair tersebut disebut “Bating” . Bating ini di suarakan oleh Indo’ badong yang mana Indo’ badong tersebut bertugas untuk mengatur setiap syair yang dilantunkan dan bentuk iramanya.


Prosesi terakhir upacara Rambu Solo adalah penguburan. Kuburan orang Toraja sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (Agama asli Tana Toraja), semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana. Namun kini, setelah masuknya agama Nasrani dan Islam, jenasah mulai dikuburkan di dalam suatu makam berbentuk rumah atau biasa disebut Patane ataupun dikuburkan di dalam tanah. Hanya orang tertentu saja yang ditaruh di atas tebing atau bukit batu.

Ritual Tiwah Proses mengantarkan Roh

Ritual Tiwah Proses mengantarkan Roh
Ritual Tiwah warga Dayak


Ritual Tiwah suatu proses upacara yang mengantarkan roh leluhur para saudara yang tengah meninggal dunia menuju ke alam baka dengan cara mensucikan serta memindahkan sisa mayat dari dalam kuburr ke sebuah tempat dan tempat itu bernama Sandung. 
Ritual Tiwah ini menjadi salah satu objek wisata karena ritualnya yang unik dan juga khas, banyak para wisatawan dari luar Indonesia tertarik pada upacara ini yang hanya dilakukan oleh warga dayak kalimantan tengah, Tiwah ini adalah ritual kematian tahap ahir bagi para masyarakat Dayak di kalimantan Tengah, pada hususnya di pedalaman penganut agama kkaharingan sebagai agama leluhur warga dayak. 
Ritual Tiwah Proses mengantarkan Roh

Upacara Tiwah ini merupakan upacara kematian yang biasanya dilangsungkan pada seseorang yang telah meninggal dunia kemudian dikuburkan sampai lama dan hanya tersisa tulang belulangnya saja. 
Ritual Tiwah ini memiliki tujuan untuk memudahkan perjalanan roh orang yang telah meninggal menuju ke Lawu Tatau yang berarti Surga dalam bahasa sisingaan, sehingga bisa menjadikan hidup damai dan tentram di alam yang ke 2 nanti, ritual Tiwah dari suku dayak juga bermaksud untuk melepasakan Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang telah di tinggalkan dari segala pengaruh buruk yang diterimanya
Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga berujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
Ritual Tiwah Proses mengantarkan Roh
 Untuk melakukan Upacara Tiwah ini bukanlah merupakan pekerjaan yang gampang, karena di perlukan persiapan panjang yang cukup rumit juga harus mengeluarkan uang yang tak sedikit, selain itu, Rangkaian prosesi Ritual Tiwah ini juga memakan waktu berhari-hari tanpa berhenti, bahkan juga bisa sampai beberapa bulan lamanya. 
Biasanya sebelum dimulainya upacara Tiwah ini terlebih dahulu dilakukan ritual lain yang dinamakan upacara tantulak , menurut kepercayaan agama Kaharingan, setelah kemtian, orang yang meninggal dunia itu belum bisa langsung masuk ke dalam surga, lalu buatlah upacara tantulak tersebut yang bertujuan untuk  mengantarkan arwah yang telah meninggal dunia menuju bukut langit, Tuhan umat Kaharingan, sampai keluarga yang masih hidup menggelar upacara tiwah.
“Bisa juga dikatakan Bukit Malian itu adalah alam rahim, tempat suci manusia tinggal sebelum lahir ke dunia. Di alam itulah orang yang meninggal dunia menunggu sebelum diberangkatkan menuju surga melalui upacara tiwah,” terang pemuka Agama Kaharingan dari Kota Palangka Raya ini. 
Ritual Tiwah Proses mengantarkan Roh
Puncak acara tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-belulang yang digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam sandung. Namun, sebelumnya lebih dahulu digelar acara penombakan hewan-hewan kurban, kerbau, sapi, dan babi.

Jumat, 24 April 2015

Tari Alang Babega Dari Sumatera Barat

Tari Alang Babega Dari Sumatera Barat
Tari Alang Babega


Meskipun Tari ini menggambarkan suatu hal yang sederhana, namun Tari Alang Babega ini adalah salah satu kekayaan budaya tari Sumatera Barat yang sangat menakjubkan.

Seni tari adalah seni tari yang sudah berada sejak ribuan tahun yang lalu, dan banyak dari kesenian tari di dunia yang didasari dengan hal yang sederhana juga, Tari alang Babega ini adalah salah satu tarian yang memiliki konsep yang sederhana, tari ini menggambarkan gerakan yang meniru dari gerakan terbang burung elang diudara, yang bersiap menukik untuk menyambar mangsanya

Tari Alang Babega ini adalah salah satu tarian yang mengambil contoh gerakan dari alam yang berada disekitarnya, yang mana hal ini sangat umum dalam berbagai jenis tarian tradisional. Gerakan yang meniru alam sekitar menggambarkan apresiasi terhadap alam.

Tarian yang Dinamis dan Atraktif

Sesuai namanya yaitu Alang babega, tari ini memiliki gerakan-gerakan yang menggambarkan gerak terbang burung elang yang berada di udara sehingga gerakan yang di timbulkan penarinya banyak melibatkan rentangan tangan dan menukik dengan meniru dari gerakann sayap elang, pada awal mulanya seperti terbang melayang, kemudian mengeluarkan gerakan yang lebih dinamis hingga gerakan tersebut mirip dengan burung elang yang sedang menyambar anak ayam yang berada di tanah. 
Tari Alang Babega Dari Sumatera Barat

Biasanya tarian ini ditarikan oleh dua sampai enam orang penari. atau bahkan bisa lebih, tergantung dengan formasi serta jumlah penari yang tersedia dan biasanya koreografinya menyeseuaikan, Tari Alang Babega ini bisa ditarikan oleh laki-laki maupun perempuan bisa juga laki-laki saja, perempuan saja bisa juga digabungkan, masing-masing penari mengenakan pakaian yang neriah dan melakukan gerakan-gerakan yang dinamis sehingga menimbulkan kesan yang sangat menarik, Tari ini juga bisa dibilang merupakan jenis tarian yang lebih kontemporer dibandingkan dengan yati piring

Tarian ini juga kerap dijadikan salah satu jenis tari yang diajarkan pada anak-anak sekolah atau di berbagai kampus di Sumatera Barat. Gerakannya yang mirip burung terbang membuat anak-anak senang memelajarinya.

Tari alang babega adalah salah satu tarian yaang dibanggakan para masyarakat Sumatera Barat, sehingga tak heran jika tari ini di pertunjukan di berbagai pentas baik di dalam Negeri sampai dengan ke luar Negeri, Tari Alang Babega ini juga menjadi salah satu jenis tarian yang sering di pertunjukan di panggung Luar Negeri misalnya pada ssaat acara Kebudayaan. .
Menunjukkan aspek seni dari bela diri tersebut. Bela diri ini sudah berakar selama berabad-abad sehingga dijadikan dasar dari banyak tari kesenian dari Sumatera barat.

Tari Alang Babega Dari Sumatera Barat


Demikian yang bisa saya informasikan semoga bermanfaat :)


Kamis, 23 April 2015

Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat

Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat
Tari Randai
Pada zaman dulu ceritanya Tari Randai ini sempat dimainkan oleh para masyarakat Pariangan Padang Panjang saat masyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang dari dalam laut, Randai dari Minangkabau ini merupakan kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang, beegu, ataupun berkelompok, dimana didalam Randai ini terdapat cerita yang dibawakan seperti cerita Cindua Mato, Anggun nan Tongga, Malin Deman, dan cerita rakyat lainya.


Randai ini memiliki pemeran utama biasanyaa berjumlah satu orang, dua orang atau bahkan lebih hal ini tergantung dari cerita yang dibawakanya, dan dalam membawakan cerita atau dalam memerankan ppemeran utama ini dilingkari oleh beberapa anggota lain hal ini bertujuan untuk memeriahkan berlangsungnya acara tersebut, namun pada saat sekarang randai ini adalah sesuatu yang terdengar asing bagi para pemuda di Minangkabau, hal ini terjadi karena bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisie dan daerah Darek (daratan).

Pada awal mulanya Randai ini adalah sebuah media untuk menyampaikan kabar aataupun cerita rakyat melalui syair-syair yang di dendangkanya sertaa gelombang tari yang terinspirasi dai gerakan Silat minangkabau, akan tetaapi dalam perkembanganya Randai ini mengambil gaya penokohan dan beberapa dialog dalam sandiwara modern, seperti Tonil dan kelompok Dardanela pada awal abad ke 20. 

Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat


Jadi dapat diartikan jika Randai ini merupakan media untuk menyampaikan sebuah cerita rakyat, dan kurang tepat ika Randai ini dissebut sebagai Teaater Tradis Msyarakat Minangkabau meskipun didalam perkembanganya Randai mengambil gaya bercerita atau dialog teater sandiwara.
Sebelum randai menjadi teater berkembang saat ini, dulunya adalah tari randai. Tari randai dipelihara di perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek terutama di daerah pesisir (Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang kontemporer dewasa ini, ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai.

Fungsi Tari Randai

Randai ini berfungsi Sebagai sarana hiburan bagi para masyarakat yang biasanya diadakan pada setiap pesta rakyat ataupun pada hari raya Idil Fitri, hal ini bertujuan untuk menambahkan rasa ke tradisian dan juga memberikan kemaampuan terhadap adat istiadat Minangkabau itu sendiri, menjadi sarana Informasi dan Aspirasi.

Unsur dan keunikan dari Tari Randai
Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat

Randai ini berasal dari kata merandai yang artinya adalah mengarang atau melingkar suatu kawasan lapangan guna untuk mencari sesuatu yang telah hilang, sebenarnya terdapat berbagau versi tentang asal usul Tari Randai ini, Struktur persembahan randai berkonsepkan gerak tari silat diselangi nyanyian berunsur lagu rakyat serta diiringi muzik caklempong, rebana, salung dan gong. Randai sering di persembahkan pada pesta menuai padi, upacara perkahwinan dan adat istiadat lain.

 Di tonton oleh ratusan orang, 12 muda mudi yang berpakaian Tradisional Minangkabau membentuk sebuah lingkaran di tengah arena, dan Lima pemain lain, duduk di pinggir arena, kemudian para pemuda Randai bergerak melingkar dan tak jarang membentuk gelombaang Randai secara bersamaan, yang terinspirasi dengan geraakan silat atau seni Pancak Silat.



Seorang tukang gore meneriakan "Hep... ta...,", dan dibarengi dengan Tapiak gelombang (menepuk celana) yang berbunyi tingkah-meningkah, setiap anak Randai mempunyai gaya sendiri dalam menpuk celana yang sengaja do desain kusus mempunyai pisak yang dalam, sehingga menimbulkan suara yang beragam saat ditepuk, namun harus dengan serempak . "Hep...ta... Dugudung-dak-dik-dung." Cerita yang diangkat dari kaba Kasiah Putuih Dandam Tak Sudah (Kasih Putus Dendam Tak Sudah) pun dimulai, terjadi dialog dan akting. Kemudian diikuti saluang dan dendang (nyanyian), biola, kayat, kerincingan dan calti.

Penampilan yang ditunjukan anak Randai ini penuh denga pesona dan sangat seru untuk disaksikan, pertunjukan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut sering membuat penonton tertawa riang, penonton itu sendiri dari semua kalangan dan segaala usia dari yang kecil maupun yang sudah tua, dialog berhenti sejenak, anak Randai pun kembali ber-hepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Cerita bergulir, mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan orangtuanya (Datuk Tumanggung Tuo) untuk dinikahkan dengan bako-kemenakan Datuk Tumanggung Tuo-bernama Malendo Alam.

Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat


Oleh mamaknya, Lelo Manjo, Sari Banilai dinikahkan dengan bekas teman sekolahnya, Rambun Sati. Dendam Datuk Tumanggung Kayo dan kemenakannya Malendo Alam pun bergejolak. Ketika Sari Banilai pindah ke Kota Medan, rumah yang ditinggalkannya dibakar oleh Malendo Alam. Keinginan ayak/mamak untuk menyelamatkan "Sako dan Pusako" lenyap sudah, karena mengikuti kehendak hawa nafsu. 

Kesenian randai tak kalah hebat dan mengagumkan dengan tarian lainnya. Yang menarik dan mengagumkan, perwatakan tokoh dalam penampilan randai tidak diungkapkan melalui tata rias, tetapi disampaikan lewat dendang (gurindam). Kemudian, yang menjadi musik selain tepuk galembong, juga tepuk tangan, tepuk kaki, tepuk siku, petikan jari, hentakan kaki, dan teriakan-teriakan "hep... ta...ti... hai" oleh tukang gore, dan nyanyian atau dendang yang dilakukan oleh para pemain sambil melakukan gerakan-gerakan galembong.

Kesenian randai sebagai teater rakyat di Minangkabau cukup diminati berbagai kalangan. Ini sering ditampilkan pada acara-acara seperti pesta panen, helat perkawinan, helat batagak penghulu, dan pesta-pesta rakyat lainnya. Ia menambahkan, jika kita melihat unsur utama dalam randai, misalnya tarian randai yang disebut bagalombang, pada randai-randai yang lebih klasik pada umumnya adalah gerak silat atau pencak silat yang diolah secara kreatif, dan diiringi dengan lagu-lagu dendang yang memang banyak sekali terdapat di dalam masyarakat Minangkabau, karena merupakan bagian dari tradisi seni budaya musik seperti saluang dan dendang, atau seni tutur seperti bakaba, barabab, dan basijobang.

"Karena kebudayaan Minangkabau adalah kebudayaan yang dinamis, terbuka terhadap inovasi, maka perkembangan randai dewasa ini cukup beragam. Ada unsur-unsur gerak dan musik baru yang diadaptasi ke dalam randai, yang umumnya berasal dari lagu-lagu melayu (joget), bahkan juga dari musik dangdut. Idiom-idiom baru ini antara lain diadaptasi untuk membuat pertunjukkan randai tetap relevan dengan perkembangan masyarakat dan zamannya. 

Randai drama Media menyampaikan cerita rakyat

Semasa Orde Baru berkuasa kesenian randai nyaris tenggelam, setelah pemerintahan nagari digantikan oleh pemerintahan desa. Kini, dengan kembalinya ke sistem pemerintahan nagari, kesenian randai kembali tumbuh. Setiap nagari memiliki sedikitnya 10 grup randai.

Hal lain yang menarik dari tradisi randai adalah, semangat kolektif dan partisipasi masyarakat pendukung tradisi tersebut. Organisasi dan manajemen pengelolaan randai bertumpu kepada semangat kebersamaan tersebut. Lingkungan masyarakat tempat randai tersebut tumbuh, merasa berkewajiban memelihara dan mengembangkannya. Tanpa dukungan mereka -termasuk finansial- tak mungkin randai bisa berkembang. Sampai kini kegiatan pertunjukan lebih bersifat sosial, kecuali ada perubahan pola organisasi pada pemilikan kelompok atau individu yang sudah mulai ada sekarang ini.


Uniknya saat randai di mainkan pemain bisa berinteraksi langsung dengan meminta syair dan pantun pilihan asalkan meletakkan uang di tengah-tengah lingkaran pemain.

Rabu, 22 April 2015

Tari Rantak dari Minang Yang sangat Dinamis

Tari Rantak dari Minang Yang sangat Dinamis
Tari Rantak Minang

Tari rantak ini merupakan tarian yang bersal dari Minangkabau yang memiliki gerakan dangat dinamis, dan gerakanya juga terinspirasi dari Pencak Silat. Tarian ini merupakan salah satu tarian yang mengedepankan dan menegaskan ketajaman gerakan si penari, keindahan Tarian inni bukan hanya terdapat pada gerakanya saja, Namun juga pada kerentaka penari yang menimbulkan bunyi dari hentakan kaki yang selaras dengan ketegasan gerakan.

Tari Rantak Dari Sumatera Barat Dinamis dengan Gerakan Pencak
Pasti hampir semua orang mengetahui tentang pencak silat, seni bela diri asal indonesia ini tertanam sangat kuat didal tradisi masyarakat Minangkabu di Sumatera Barat sehigga menginspirasi salah satu gerakan seni tari yang di sebut dengan Tari Rantak, semua gerakan tarian di Minangkaba sangatlah dinamis, akan tetapi Tari rantak ini sangat dinamis dan juga unik untuk kita lihat karena menampilkan gerakan-gerakan dinamis yang terinspirasi oleh Pencak Silat, Tarian inni pun lebih ramai karena selain irama musiknya, sekali-sekali juga ada suara keras saat para penari menghentakan kakinya di lantai. 
Tari Rantak dari Minang Yang sangat Dinamis

Tari rantak ini biasanya ditarikan oleh beberapa orang laki-laki dan perempuan dengan menggunakan pakaian yang berwarna merah sert emas, dengan dikombinasikan dengan pakaian yang warnanya cerah, musik yang dinamis serta gerakan yang kuat dan tajam ditambah dengan hentakan kaki, Tari Rantak ini akan menghipnotis mata para penonton yang melihatnya.

Gerakan yang penuh Filosofi

Tari Rantak yang dikenal masyarakat Mianangkabau ini ada dua macam yaitu Rantak Kudo pesisir Selatan yang agak lebih kuno dan tarian ciptaan Gusmati Sud yang bernama sama. Keunikan tari rantak ciptaan Gusmiati Sud ini adalah adanya jenis-jenis teknik yang menekankan pada berbagai teknik gerakan silat lengkap dengan filosofinya, yaitu:
- Tagak-tagak (‘berdiri tegak’) yang juga melambangkan konsep merenung sebelum melakukan segala sesuatu.- Ukua Jo Jangko (gerakan seperti mengukur) yang bermakna melakukan segala sesuatu harus sesuai dengan kemampuan yang diukur dengan baik.- Pandang Kutiko (memandang) yang bermakna kemampuan untuk menafsirkan suatu peristiwa atau pelajaran dengan arif, tidak berat sebelah.- Garak-garik (bergerak) yang bermakna inisiatif untuk melakukan sesuatu yang baik, penuh kepekaan dan kewaspadaan.- Raso Pareso, yaitu tahap terakhir dimana hal ini melambangkan pikiran yang sudah menyatu dengan hati nurani.
Tari Rantak dari Minang Yang sangat Dinamis
 Semua gerakan Tari Rantak ini bermaksud untuk melestarikan seni Pencak Silat dan juga menunjukan folosofi yang sebenarnya dari gerakan-gerakan Pencak Silat dan tari Rantak itu sendiri dalam kesatuan gerakan yang harmonis, selepas dari itu tarian ini adalah tari yang Dinamis serta menaarik untuk di tonton, Tarian ini juga menjadi salah satu Tarian Dari Sumatera Barat.

Asal Usul Tari RancakWalaupun telah ada banyak tulisan yang menuliskan tentang asal usul Tari Rantak Kudo, belum ditemukan sumber yang benar-benar menjelaskan asal usul seni budaya ini di Kerinci. Hal ini diperkirakan karena sejarah Tari Rantak Kudo ini diperkirakan telah ada sejak lama sekali di daerah Kabupaten Kerinci. Menurut seniman-seniman senior (tua), kesenian ini telah dipelajari dan di laksanakan jauh sebelum mereka lahir namun asal-usulnya menjadi kabur seiring perjalanan waktu dan kurangnya perhatian dari sejarahwan setempat.Keberadaan seni tari Kerinci ini terus di jaga secara turun-temurun oleh seniman budaya Kerinci lokal dari generasi ke generasi, walaupun kerberadaannya sangat sedikit pada saat ini dan mulai pudar. Seni budaya ini sangat identik sekali dengan bahasa dan gaya bahasa masyarakat kerinci daerah Tanjung dalam menembangkanya nyanyian untuk mengiri kesenian dan tarian. Daerah Tanjung berada di hilir menyusuri sepanjang pinggiran sungai yang mengalir menuju Danau Kerinci. Hal ini terlihat dari lirik dan pantun serta bahasa Kerinci Hilir yang digunakan dalam mendendangkan lagu yang mengiringi gerakan tarian (pengasuh).
Tari Rantak dari Minang Yang sangat Dinamis

Rabu, 15 April 2015

Tari Pasambahan Dari Minang

Tari Pasambahan Dari Minang
Tari Pasambahan Minang

Tari Pasambahan minang adalah sebuah tarian yang berfungsi sebagai tari penyambutan para tamu didalam berbagai bentuk acara dari ranah Minang, pnyelenggaraan upacara pernikahan didaerah tersebut.
Tari ini memiliki bentuk masing masing di daerah Sumatera Barat dan sangatlah beragam, dan juga bahkan di moderasi kedalam bentuk bentuk gerakan yang lebih indah untuk di lihat, dengan memakai iringan alat musik tradisional minang seperti 
Telompong Pacik ( Alat musik pukul yang terbuat dari logam), Sarunai (Salah satu alat musik tiup yang terbuat dari baatang padi). Gendang Tambui (Alat musik pukul yang terbuat dari kulit),, Baansi (Alat musik tiup yang terbuat dari bambu), Tassa (Alat musik pukul yang terbuat dari kulit).  
Tari Pasambahan Dari Minang
tari ucapan selaamat datang
Di dalam bentuk dari pertunjukannya, Tari Pasambahan ini ditampilkan saat pengantin pria kerumah pengantin wanita, Biasanya Pengantin Minang datang dengan payung kebesaran, kemudian di sambut secara adat, baik dengan Tari pasambahan, maaupun dengan pencak silat, Tari Pasambahan ini memiliki maksud sebagai ucapan selamat datang serta sebagai ungkapan rasa hormat kepada para tamu agung yang baru saja datang, setelah Tari Pasambahan, acara dilanjutkan kembali dengan suguhan daun sirih di Carano sebagai mempelai laki-laki, yang mewakili dari rombongan, Daun Sirih lengkap di carano tersebut juga dapat disuguhkan kepada Kedua Orang Tua Pengantin yang mengiringi di barisan belakang.
Selain itu, para Penari tari Pasambahan ini juga mendapaatkan imbalan dari tarian yang mereka pertunjukan, tidak hanya para penarinya, para pelatih pasambahan pun juga mendapatkan imbalan ataas pekerjaanya melatih para penari, dan membuat sanggar untuk melatih Tari Pasambahan tersebut untuk mencari pendapatan, hal ini menjadikan nilai produk dari tari Paasambahan yang nilai kebudayaan dan tradisinya menjadi nilai ekonomi.
Demikian yang bisa saya informasikan kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat. :)

Senin, 13 April 2015

Tari Payung Gambaran Sepasang kekasih

Tari Payung Gambaran Sepasang kekasih
Tari Payung


Tari Payung adalah salah tari yang asalnya dari daerah Minang dan merupakan salah satu tarian klasik, Tari Payung ini menggambarkan kasih sayang sepasang kekasih yang dilambangkan dengan melindungi pasanganya dengan payung, Tari ini memang merupakan tarian muda mudi sehingga tari ini di bawakan secara berpasangan, Selain menggunakan payung sebagai alat bantu untuk menari oleh para pria, Tari ini juga bisa menggunakan selendang untuk para penari wanitanya, musik yang mengiringinnya pun cukup variatif dari agak pelan, kemudian agak cepat sampai gerakan yang cepat, sangat dinamis. dan biasanya tarian ini tampil pada acara pesta, pameran, dan yang lainya.

Tari Payung ini merupakan tari tradisi dai Minangkabau yang sudah memiiliki banyak perubahan dan perkembangan  oleh paara seniman teruama di Sumatera Barat, pada awalnya taari ini memiliki
makna tentang kegembiraan muda mudi yang memperlihatkan bagaimana perhatian seorang laki-laki kepada kekasihnya, dan payung ini pun menjadi icon jika keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu membangun bahtera rumah tangga. Keberagaman Tari Payung tidak membunuh tari payung yang ada sebagai alat ungkap budaya Minangkabau. Keberagaman tersebut hanyalah varian dari tari-tari yang sudah ada sebelumnya. Sikap ini penting diambil untuk kita tidak terjebak dengan penilaian bahwa varian tari yang satu menyalahi yang lainnya. Sejauh tri terseut tidak melenceng dari akar tradisinya, maka kreasi menjadi alat kreativitas seniman dalam menyikapi budaya yang sedang berkembang.

Lagu Tari Payung

Lagu pengiring Tari Payung ini berjudul Babendi-bendi ke sungai tanang, dikisahkan jika ari dalam lagu ini adalah menceritakan tentang sepasang suami istri yang sedang berbulan madu.
Berikut adalah lirik lagu pengiring Tari Payung Babendi-bendi :

bendi Ka sungai tanang Aduhai sayang (2x) Singgahlah mamatiak..singgahlah mamatiak Bunga lembayung (2x) Hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek rang mudo..mailek rang mudo manari payung..(2x) Hati siapo..hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek si nona..mailek si nona manari payung..(2x)
Berbendi-bendi Berbendi-bendi Ke sungai tenang..aduhai sayang (2x) Singgahlah memetik..singgahlah memetik bunga lembayung Hati siapa..hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat orang muda..melihat orang muda menari payung.. Hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat si nona..melihat si nona..menari payung(2